Bismillahirrahmaanirrahiim Laa haula walaa quwwata illaa billah

Minggu, 01 Mei 2011

asas perjuangan majelis tafakur

  • PEMAHAMAN YANG MENJADI DASAR PERJUANGAN MAJELIS TAFAKUR
Faham yang melekat di dalam tubuh majelis tafakur adalah Ahlussunnah wal Jama’ah yang bersumber dari Qur’an, hadits, ijma’, dan qiyas.
Ahlussunnah wal Jama’ah bemakna mengikut pada sunnah nabi SAW di atas garis yang dipraktekkan jama’ah sahabat Nabi Muhammad SAW.
Lebih spesifik lagi majelis tafakur dalam hal aqidah/theologies mengikuti faham Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansyur Al-Maturidi. Secara fiqih mengikuti faham Imam yang empat (arba’ul madzhab) yang utama Imam Syafi’I dan secara tasawuf mengikuti faham Imam Abu Hamid Al-Ghazali dan Syekh Junaid Al-Baghdadi.
Dan secara tegas majelis tafakur menolak faham syi’ah, wahabiyah, faham-faham lain yang menyerupainya serta faham yang dianggap sesat oleh ijma’ ulama’.
Dan secara tegas pula bahwa majelis tafakur anti terhadap politik praktis dalam mengambil kekuasaan. Karena politik praktis adalah sarang kerusakan moral dan parlemen bukanlah tempat yang menginginkan syari’at Islam tegak. Tidaklah bercampur hukum Allah dan hukum buatan manusia kecuali yang ada hanyalah kerusakan.

  • METODE PERJUANGAN MAJELIS TAFAKUR
Jalan juang MT melalui tiga tahapan, yang satu sama lain saling mengisi sehingga tercipta kesinambungan gerakan yang kokoh. Tiga tahapan itu yaitu :
1. Ta’lim
Yakni mempelajari ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Aktivitas belajar ini sangat penting peranannya dalam membekali para pengemban dakwah dalam aktivitasnya menyebarkan dakwah Islam ke masyarakat luas. Karenanya mustahil bagi siapa saja yang ingin berdakwah tanpa di bekali ilmu yang yang cukup. Hal ini menjadi pondasi yang mendasar agar apa yang disampaikan para da’i tidak menjadikan manusia tersesat jalan yang benar. Maka ilmu yang harus di miliki oleh para da’i minimal ia faham akan ilmu dari pokok-pokok agama, yaitu tentang tauhid, fiqih dan tasawuf/akhlaq. Di samping itu juga minimal ia mengerti juga tentang ilmu keorganisasian, agar para da’i dapat memberikan apa yang perlu bagi jama’ah yang ia pimpin.
2. Dakwah
Yakni pembinaan insan dengan penuh kedisiplinan yang tinggi dalam hal mental dan spiritual, merasakan keikhlasan yang murni di dalam hati, dalam hal khidmah dan pengorbanan dan sabar dalam kesulitan yang melanda serta berbagi dalam kesenangan yang di rasa. Dakwah ini bukan hanya menyampaikan saja, tetapi lebih dari itu yakni menyampaikan dan membina dengan benar. Tujuannya adalah agar apa yang disampaikan tidak hilang begitu saja, sehingga dengan seperti itu materi yang disampaikan para da’i dapat masuk ke dalam hati orang yang mendengarkan.
3. Harokah
Yakni jihad dengan kesanggupan diri. Iman akan meredup dan tenggelam dalam buayan setan tanpa berjihad di jalan Allah. Bahkan terlalai dengan selimut dunia dan hiasannya jika ia tidak berjihad. Baik ia sadar maupun tidak. Inilah jalan yang ditempuh oleh orang-orang sholeh dalam mengamalkan ilmunya, ia fahami Al-Qur’an lalu ia terapkan isinya di dalam kehidupan untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar di dalam dirinya dan lingkungan masyarakat luas. Jihad adalah hasil dari pembinaan yang sungguh-sungguh yang diberikan oleh gurunya dalam berbagai bidang kehidupan, ia merasa tidak terasingkan dengan kebenaran sikap yang diajarkan oleh gurunya, karena ia mengerti tentang jati dirinya bahwa hidup baginya hanya mengabdi kepada Rabbnya dan mengikuti jalan hidup rasulnya Muhammad SAW. ketika seseorang sudah memahami jalan jihad maka pribadinya tadak akan tergoyahkan sedikitpun dengan rongrongan orang-orang yang membenci kebenaran Islam, baik ia seorang muslim dengan kefasiqkannya maupun seorang kafir dengan kekafirannya.

  •  Tujuan Majelis Tafakur (Konsep Tentang Masyarakat Islam)
Wahai para pecinta Islam, telah kita ketahui bahwa walaupun telah banyak umat Islam yang sudah kaya dan berpendidikan tinggi tetapi cara hidupnya sama sekali jauh dari nilai-nilai Islam. Hubungan suami, istri dan anak-anak dalam keluarga maupun hubungan antar individu belum sepenuhnya menunjukan citra masyarakat Islam. Maka salah satu faktor penyebab belum terwujudnya masyarakat Islam adalah kekeliruan cara umat Islam meniru pola hidup masyarakat barat. Hal ini karena adanya kecendrungan di antara umat Islam yang seolah-olah sudah ditradisikan, yakni jika ada seorang muslim yang meniru pola kehidupan masyarakat barat maka muslim tersebut dinilai modern dengan cara meniru kepribadian dan tata nilai bangsa tersebut baik dalam cara berpakaian, cara makan, pegaulan dan segala budayanya. Malahan pada perkembangan selanjutnya, terdapat asumsi yang keliru di mana jika ada orang yang masih menjalankan syariat dan tradisi Islam secara konsekuen maka orang tersebut akan dinilai ekstrim, ortodhok dan menyeleweng dari kehidupan yang wajar.
Masyarakat Islam yang ingin diwujudkan, haruslah dilandasi dengan syari’at Islam dan tradisi Islam yang ditunjang oleh iman. Karena syari’at dan tradisi Islam adalah khas, dalam arti tidak mungkin dilaksanakan oleh komunitas non-Islam, maka masyarakat Islam mempunyai sifat dan cirri yang berbeda dengan masyarakat lain. Maka dari itu masyarakat Islam haruslah setia kepada jati diri dengan menghindari mencontoh ( tasabuh ) segala sesuatu yang berasal dari masyarakat non-Islam baik dalam tatacara berpakaian, bergaul, berbicara, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Sebaliknya, masyarakat Islam harus diperkenalkan kepada syari’at dan tradisi Islam melalui keimanan kepada Allah dan rasul-Nya dengan cara dibina dan dibiasakan hidup secara Islamai.
Iman yang ingin ditanamkan ke dalam diri anggota masyarakat Islam adalah iman yang dapat membawa setiap individu untuk mengikuti satu peraturan hidup yang berdasar syari’at. Iman dalam konteks ini adalah imannya orang-orang mukmin yang senantiasa takut kepada Allah dan taat serta setia kepada perintah-Nya serta bersedia menjauhi larangan-Nya. Iman seperti inilah, imannya orang-orang saleh yakni iman dari orang-orang mukmin yang apabila diseur kepada jalan Allah akan mengucapkan “kami dengar dan patuh” ( sami’na wa atho’na ).
Lebih konkritnya lagi bahwa masyarakat Islam adalah masyarakat yang menerapkan ajaran Islam secara utuh (kaffah) atau masyarakat yang mengamalkan hukum yang wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Juga masyarakat Islam yang mengamalkan apa saja yang digolongkan sebagai fardhu kifayah maupun fardhu ‘ain. Juga masyarakat yang dalam aqidahnya adalah aqidah Ahlussunnah wal jama’ah yang berpedoman pada Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas.
Lebih dalam lagi bahwa masyarakat Islam yang ingin dibentuk seperti “Orang kaya menjadi bank bagi masyarakat. Para pemimpin melindungi dan mengayomi keselamatan rakyat dibawah kepemimpinannya. Para ulama sanantiasa memimpin dan mendidik serta member nasehat masyarakat. Orang-orang tua senantiasa mendoakan masyarakat. Orang-orang muda memberi tenaga atau kekuatannya kepada masyarakat. Pemuda-pemudi berakhlaq baik dan sopan-santun sampai masyarakat tidak terganggu oleh aktivitas mereka. Orang-orang miskin dengan sabar dan ridho menerima kemiskinannya dan tidak memendam kedengkian dan kecemburuan terhadap orang kaya. Orang-orang miskin tidak sakit hati dengan orang yang hidup berlimpah kemewahan. Inilah masyarakat ideal yang dikehendaki”.
Suatu jama’ah yang kuat adalah jama’ah yang tegak diatas tiga pilar. Pertama, setiap individu yang menjadi bagian jama’ah harus mempunyai iman. Kedua, tiap individu yang menjadi bagian jama’ah harus mempunyai ukhuwah yang kuat di antara sesame jama’ah. Ketiga, saling pengertian dan hubungan yang selaras antara anggota dengan anggota maupun anggota dengan pimpinan jama’ah.
Maka mulailah ini dengan membina keluarga, sahabat, dan keluarga dekat menjadi sebuah jama’ah.

  • Progam yang diserukan majelis tafakur(Membangkitkan Persatuan Islam)
Sudah lama umat islam tidak dipimpin oleh orang-orang yang amanah, kian terpuruk lemah tanpa daya menghadapi kekuatan musuh durjana. Banyak kalangan mengharapkan sang pemimpin itu hadir kembali di tengah-tengah umat, untuk menjadi pusat perhatian dan pemutusan segala perkara. Rancuhnya banyak pemahaman yang timbul di tengah-tengah umat, semakin mempersulit gerakan pemersatu. Telah nyata permusuhan antara yang haq dan yang bathil, hizbullah dengan hizbussyaithan, akan senantiasa bergejolak hingga hari kiamat. Wahai kaum muslimin dan muslimat hendaklah sama-sama renungan beberapa amanat ini dengan hikmah dan bijaksana :

Beberapa poin yang mesti kita perjuangkan untuk persatuan kita yaitu :
1. Kesatuan dalam aqidah yakni menerima rukun iman dan rukun islam dalam landasan yang telah disepakati oleh ijma’ para ulama beserta umat muslim seluruhnya dengan panduan Al Qur’an dan Sunnah.
2. Kesatuan dalam syari’at yakni menerima hukum islam yang 5, yaitu wajib, sunah, mubah, makruh dan haram.
3. Kesatuan dalam akhlaq yakni akhlaq yang diambil dari keteladanan akhlaq nabi Muhammad SAW dalam segala aspek seperti bagaimana cara makan, berpakaian, kesabaran, keikhlasan, tawadhu’, zuhud, pergaulan, kebersihan, ibadah dan sebagainya.
4. Kesatuan dalam furuu’iyyah atau khilafiyah yakni lapang dada dan terbuka dalam menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan masalah cabang yang telah ada ijma’ dari ulama atau ijtihad ulama yang terpercaya.
5. Kesatuan pandangan mengenai kawan dan lawan yakni siapapun diantara orang islam adalah bersaudara selama ia tidak benci dan memusuhi islam itu sendiri sehingga pertikaian diantara mereka harus didamaikan ( QS. Al Hujurat : 10 ). Dan lawan adalah orang-orang kafir yahudi dan nasrani serta orang-orang munafiq ( Al Baqarah : 120 ). 

  • Progam Anggota Majelis Tafakur
1. Membaca Al-Qur’an, mendengarkan dan memahaminya dengan sungguh-sungguh serta mentadaburi isi yang terkandung di dalamnya.
2. Memperbanyak membaca hadits-hadits rasul dan menghafal diantaranya.
3. Menela’ah sirah nabi dan sejarah salafush sholeh.
4. Mengkaji risalah tentang usul dalam masalah aqidah dan risalah tentang furu’ dalam masalah fiqih.
5. Memperbanyak bedah media seperti Koran, majalah dan buku-buku tentang dakwah dan tarbiyah serta informasi tentang kondisi kaum muslimin zaman sekarang dan masalahnya.

  •  Sikap Anggota Majelis Tafakur
1. Totalitas dalam memperjuangkan Islam sebagai jalan hidup.
2. Loyal dan setia terhadap pimpinan.
3. Siap dipimpin dengan segala ketulusan.
4. Menjaga amanah yang diberikan.
5. Memiliki tekad yang kuat dalam perjuangan.
6. Sabar dan tegar dalam menghadapi kesulitan hidup dan kesulitan di jalan dakwah.

Fastabiqul Khaitat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar