Bismillahirrahmaanirrahiim Laa haula walaa quwwata illaa billah

Rabu, 04 Mei 2011

Makna Ahlussunnah wal Jama'ah

         Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah golongan mayoritas umat Muhammad. Mereka adalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam dasar-dasar aqidah. Merekalah yang dimaksud oleh hadits Rasulullah :  
(فمن أراد بحبوحة الجنة فلليلزم الجماعة "(رواه الترمذي   
 Maknanya: …”maka barangsiapa yang menginginkan tempat lapang disyurga hendaklah berpegang teguh pada al Jam’a; yakni berpegang teguh kepada aqidah al Jama’ah”. 
(Hadits ini dishahihkan oleh al Hakim, dan at Turmudzi mengatakan hadits hasan shahih) Setelah tahun 260 H menyebarlah bid’ah Mu’tazilah, Musyabbihah dan lainnya. Maka dua Imam besar yang agung Abu al Hasan alAsy ‘ari (W.324 H) dan Abu Mansur al Maturidi (W.333 H)-semoga Allah meridhai keduanya- menjelaskan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diyakini para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka, dengan mengemukakan dalil-dalil naqli (nash-nash al Qur’an dan al Hadits) dan ‘aqli (argument rasional) disertai dengan bantahan-bantahan terhadap syubhah-syubhah (sesuatu yang dilontarkan untuk mengaburkan hal yang sebenarnya) Mu’tazilah, Musyabbihah dan lainnya, sehingga Ahlussunnah Wal Jama’ah dinisbatkan kepada keduanya. Mereka (Ahlussunnah) akhirnya dikenal dengan nama al Asy’ariyyun (para pengikut al Asy’ari) dan al Maturidiyyun (para pengikut al Maturidi). Jalan yang ditempuh oleh al Asy’ari dan al Maturidi dalam pokok-pokok aqidah adalah sama dan satu.  
        
        Al Hafizh Mutadla az-Zabidi (W.1205 H) dalam al Ithaf juz II hlm.6, mengatakan: “pasal keduaA:”Jika dikatakan Ahlussunnah Wal Jama’ah maka yang dimaksud adalah al Asy’ariyyah dan al Maturidiyyah”. Mereka adalah pengikut madzhab Syafi’I, para pengikut madzhab maliki, para pengikut madzhab Hanafi, dan orang-orang utama dari madzhab Hanbali (Fudhala’ al Hanabilah). Sedangkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam telah memberitahukan bahwa mayoritas ummatnya tidak akan sesat. Alangkah beruntungnya orang yang senantiasa mengikuti mereka. Maka diwajibkan untuk penuh perhatian dan keseriusan dalam mengetahui aqidah al Firqah an Najiyah yang merupakan golongan mayoritas, karena ilmu aqidah adalah ilmu yang paling mulia disebabkan ia menjelaskan pokok atau dasar agama. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang sebaik-baik perbuatan, beliau menjawab: " إيمان بالله ورسوله" (رواه البخاري) Maknanya: “ Iman kepada Allah dan Rasul-Nya”. (H.R. al Bukhari) Sama sekali tidak berpengaruh, ketika golongan Musyabbihah mencela ilmu ini dengan mengatakan “ilmu ini adalah ilmu al kalam al Madzmum (ilmu kalam yang dicela oleh salaf)”. Mereka tidak mengetahui bahwa ilmu al kalam al Mazmum adalah yang dikarang dan ditekuni oleh Mu’tazilah, Musyabbihah dan ahli-ahli bid’ah semacam mereka. Sedangkan ilmu al kalam al mamduh (ilmu kalam yang terpuji) yang ditekuni oleh Ahlussunnah, dasar-dasarnya sesungguhnya telah ada dikalangan para sahabat. Pembicaraan dalam ilmu ini dengan membantah ahli bid’ah telah dimulai pada zaman para sahabat. Sayyidina Ali-semoga Allah meridhainya- membantah golongan Khawarij dengan hujjah-hujjahnya. Beliau juga membungkam salah seorang pengikut ad-dahriyyah (golongan yang mengingkari adanya pencipta ala mini). Dengan hujjahnya pula, beliau mengalahkan 40 orang yahudi yang meyakini bahwa Allah adalah jism (benda). Beliau juga membantah orang-orang Mu’tazilah. 
 
       Ibnu Abbas –semoga Allah meridhainya- juga berhasil membantah golongan Khawarij dengan hujjah-hujjahnya. Ibnu Abbas, al Hasan ibn ‘Ali, ‘Abdullah ibn ‘umar radhiallahu ‘anhu juga telah membantah kaum Mu’tazilah. Dari kalangan Tabi’in; al Imam al Hasan al Bishri, al Imam al Hasan ibn Muhammad Ibn al Hanafiyyah cucu sayyidina ‘Ali, Khalifah ‘umar ibn Abd al ‘Aziz Radhiallahu ‘anhu juga telah membantah kaum mu’tazilah. Dan masih banyak lagi ulama-ulama salaf lainnya, trutama al Imam asy-syafi’I Radhiallahu ‘anhu beliau sangat mumpuni dalam ilmu aqidah, demikian pula al Imam Abu Hahifah, al Imam Malik dan al Imam Ahmad Radhiallahu ‘anhu sebagaimana dituturkan oleh al Imam Abu Manshur al Baghdadi (W.429 H) dalam Ushul ad-Din, al Hafizh Abu al Qasim ibn ‘Asakir (W. 571 H) dalam Tabyin Kadzib al Muftari, al Imam az-Zarkasyi (W. 794 H) dalam Tasynif al Masami’ dan al ‘Allaamah al Bayadli (W. 1098 H) dalam Isyarat al Maram dan lain-lain. Telah banyak para ulama yang menulis kitab-kitab khusus mengenai penjelasan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah seperti Risalah al ‘Aqidah ath Thahawiyyah karya al Imam as-Salafi Abu Ja’far ath Thahawi (W. 321 H), kitab al ‘Aqidah an Nasafiyyah karangan al Imam ‘Umar an Nasafi (W. 537 H), al ‘Aqidah al Mursyidah karangan al Imam Fakhr ad-Din ibn ‘Asakir (W. 630 H), al ‘Aqidah ash-Shalahiyyah yang ditulis oleh al Imam Muhammad ibn Hibatillah al Makki (W. 599 H); beliau menamakannya Hadaiq al Fushul wa Jawahir al Ushul, kemudian menghadiahkan karyanya ini kepada sulthan Shalahuddin al Ayyubi (W. 589 H) –semoga Allah meridhainya-, beliau sangat tertarik dengan buku tersebut sehingga memerintahkan untuk diajarkan sampai kepada anak-anak kecil di madrasah-madrasah, sehingga buku tersebut kemudian dikenal dengan sebutan al ‘Aqidah ahs Shalahiyyah. Sulthan Shalahuddin adalah seorang ‘alim yang bermadzhab Syafi’I, mempunyai perhatian khusus dalam menyebarkan al Aqidah as-Sunniyyah. Beliau memerintahkan para muadzin untuk mengumandangkan al ‘Aqidah as-Sunniyyah di waktu tasbih (sebelum adzan shubuh) pada setiap malam di mesir, seluruh Negara Syam (Syiria,Yordania, Palestina dan Lebanon), Mekkah dan Madinah, sebagaimana dikemukakan oleh al Hafizh as-Suyuthi (W. 911 H) dalam al Wasa ila Musamarah al Awa-il dan lainnya. Sebagaimana banyak terdapat buku-buku yang telah dikarang dalam menjelaskan al ‘Aqidah as-Sunniyyah dan senantiasa penulisan it terus berlangsung.  
note: al Hafizh adalah orang yang ahli dan hafal hadits beserta sanad dan perawihnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar