Akhir-akhir ini banyak kita lihat kelompok-kelompok yang mengajak orang
untuk mengamalkan islam dengan sebenar-benarnya, tetapi sayangnya mereka
tidak komprehensif (menyeluruh/lengkap)dalam mengambil dalil, cendrung mereka
hanya mengambil dalil dari ulama mereka saja atau sebagian-sebagian saja sehingga mereka taklid buta
dan membela dengan sungguh-sungguh pendapat dari guru mereka dan
cendrung merasa kelompoknya lah yang paling benar. Padahal islam mengajarkan
kita untuk selalu meneliti dan menyaring informasi yang pada dasarnya
kita belum mengenal orang itu atau kelompok itu, tetapi faktanya berapa banyak anak muda
yang diberikan oleh Allah akal yang sehat tetapi tidak digunakan untuk
berfikir lebih dalam tentang
Bismillahirrahmaanirrahiim Laa haula walaa quwwata illaa billah
Sabtu, 28 Juli 2012
Jumat, 27 Juli 2012
ISTIQAMAH UNTUK IKHLAS
Ikhlas menurut bahasa adalah sesuatu yang murni yang
tidak tercampur dengan hal-hal yang bisa mencampurinya.
Sedangkan menurut istilah adalah menjadikan tujuan amal
hanya untuk Allah semata tanpa disertai selain Allah.
Ikhlas merupakan syarat agar amal
shalih bias diterima oleh Allah Ta’ala. Allah berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ |
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.(Al
Bayyinah : 5)
Sesungguhnya
indikasi sempurnanya keyakinan dengan persaksian bahwa tiada ilah selain Allah
adalah hendaknya seseorang selalu berniat tatkala melakukan kebaikan
semata-mata karena Allah, dan tatkala meninggalkan suatu perbuatan juga karena
Allah. Dan ia tidak terpengaruh dalam melakukan suatu amalan, baik saat
terdapat banyak manusia atau saat mereka tidak ada. Sungguh, Allah tidak
memiliki kepentingan dengan beribadahnya seseorang hamba kepada-Nya, dan Dia
tidak membutuhkan sekutu-sekutu. Hendaklah seorang muslim selalu memantau
niatnya dan tujuannya dalam setiap amalan. Jika terdapat sekutu dalam niatnya
bersama Allah Ta’ala, maka hendaklah ia memperbaiki niatnya, agar ikhlas karena
Allah.
Seorang
mukmin hendaklah menjadikan amalnya terbebas dari sikap riya’ atau agar dipuji
oleh orang lain. Yakni berusaha melakukan amalan-amalan secara tersembunyi,
yang tidak akan diketahui oleh siapapun kecuali Allah semata. Seperti sedekah
sirri (secara diam2) atau shalat tahajjud yang dilakukan sendirian atau
kebaikan-kebaikan yang lainnya. Namun apabila ia tidak bisa menghindar dari
amalnya dilihat oleh orang hendaklah ia berusaha agar amalnya itu benar-benar
karena Allah Ta’ala. Itu adalah upaya lain agar dapat meniti di atas jalan
istiqamah.
Insyaallah
jika niat sudah benar, ikhlas karena Allah, maka amalan baik apapun yang
diperintahkan oleh Allah atau larangan apapun yang harus ditinggalkan maka
tidak akan menjadi beban baginya, melainkan akan menambah keimanannya kepada
Allah SWT.
Rabu, 25 Juli 2012
NIAT
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ وَ إِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَ رَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَ
رَسُوْلِهِ، وَ مَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ
امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
رواه إماما المحدثين أبو عبد
الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري و ابو
الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما
أصح الكتب المصنفة
Dari Amīr al-Mu’minīn, Abū Hafsh ‘Umar bin al-Khaththāb, dia menjelaskan bahwa dia mendengar Rasulullah r bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada
niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan
niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya
karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita
yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang
diniatkannya tersebut” (Muttafaqun 'alaih)
Niat merupakan pondasinya Amal. Jikalau ada niat baik dibarengi
dengan amal walaupun sedikit maka akan mengangkatnya pada derajat yang
lebih tinggi, namun jikalau ada niat jelek dibarengi dengan amal shalih
sebanyak apapun maka tidak ada gunanya sama sekali dan amalnya tersebut
laksana debu yang berterbangan lenyap tanpa bekas sama sekali. Allah
Ta'ala berfirman,
"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu
kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. ( QS. Al Furqan : 23)
Senin, 23 Juli 2012
KEHARUSAN MENUNTUT ILMU
Ilmu hal yang paling urgen dalam kehidupan, karena dengan ilmu orang akan bahagia. Orang yang berilmu maka setiap pekerjaannya sesuai dengan yang sebenarnya. Dan tidak pernah bingung dalam setiap menghadapi segudang permasalahan. Beda dengan orang bodoh, ia hidup dilam kegelisahan dan kesengsaraan. Bagaimana tidak, apa yang dikerjakannya ia sendiri tidak tahu benar atau salah, bahkan ia menganggap pekerjaan yang salah dianggapnya sudah sempurna.
Maka tidaklah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu, sesuai firman Allah ta’ala: "Katakanlah (wahai Muhammad) tidaklah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. az-Zumar:9)" Maka wajiblah atas setiap mukallaf (baligh dan berakal) untuk mempelajari kadar ilmu agama yang ia butuhkan seperti dasar-dasar aqidah(keyakinan), bersuci, sholat, puasa, zakat, bagi yang wajib mengeluarkannya, haji bagi yang mampu, maksiat-maksiat hati, tangan, mata, dan lain-lain.
Dan menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim baik laki-laki dan perempuan dengan tidak membedakan apakah dia itu muda atau tua. Hal ini sesuai dengan sabda rasul: " طلب العم فريضة عل كلي مسلم "(رواه البيهقي) Maknanya: “Menuntut ilmu agama (yang pokok) adalah wajib atas setiap muslim (laki2 dan perempuan) (H.R. al Baihaqi) Maka dari itu dalam menuntut ilmu agama kita harus berhati-hati karena banyak sekarang orang yang berpenampilan seperti syekh atau ustadz dengan segala atributnya, padahal yang ia sampaikan bersebrangan dengan apa yang telah diajarkan oleh rasulullah dan para sahabatnya.
Maka dalam memelih seorang guru agama kita haruslah berhati-hati. Didalam islam kita mengenal dengan istilah talaqqi, yaitu belajar dari seorang guru dan gurunya itu punya guru dan gurunya itu lagi punya guru sehingga jika disambung terus maka akan sampailah kepada rasulullah, cara menuntut ilmu seperti inilah yang benar karena guru tersebut mendapatkan ilmu seperti apa yang diajarkan oleh rasulullah dan para sahabatnya yang nasabnya terus bersambung dan seperti inlah ulama ahlussunnah belajar. Mudah-mudahan kilasan keharusan menuntut ilmu ini dapat diambil manfaatnya, amin.
Aqidah Yang Selamat
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah, sholawat dan salam semoga tercurah atas Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Seiring merebaknya berbagai faham yang menyimpang dikalangan masyarakat kita, seperti tasybih (mnyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), takfir
(pengkafiran) tanpa alasan,pengingkaran terhadap empat madzhab dan
lain-lain. Maka pemahaman dan pengajaran aqidah ahlussunnah waljama'ah
harus kembali ditekankan. Karena aqidah ini adalah aqidah mayoritas umat
islam, dari masa Rasulullah hingga kini, aqidah golongan yang selamat (al Firqah an Najiyyah). Karena itulah para ulama empat madzhab menulis bebagai karya, dari mulai tulisan mukhtasharat (ringkasan) hingga muthawwalat (buku2 besar) dalam menerangkan aqidah Ahlussunnah ini.
Aqidah sunniyyah adalah
aqidah yang telah disepakati
Pengertiaan Ahlussunnah Wal Jama’ah
Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah golongan mayoritas umat Muhammad. Mereka
adalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam
dasar-dasar aqidah. Merekalah yang dimaksud oleh hadits Rasulullah :
(فمن أراد بحبوحة الجنة فلليلزم الجماعة "(رواه الترمذي
Maknanya: …”maka
barangsiapa yang menginginkan tempat lapang disyurga hendaklah
berpegang teguh pada al Jam’a; yakni berpegang teguh kepada aqidah al
Jama’ah”. (Hadits ini dishahihkan oleh al Hakim, dan at Turmudzi mengatakan hadits hasan shahih)
Setelah
tahun 260 H menyebarlah bid’ah Mu’tazilah, Musyabbihah dan lainnya.
Maka dua Imam besar yang agung Abu al Hasan alAsy ‘ari (W.324 H) dan Abu
Mansur al Maturidi (W.333 H)-semoga Allah meridhai keduanya-
menjelaskan aqidah Ahlussunnah Wal
Langganan:
Postingan (Atom)